Jumat, 29 November 2013

Dilema

Aku berdiri di antara mimpi dan realita. Aku melangkah di antara Jalan berduri dan beraspal. Menggeliat dan mengerang pada sifat dasar manusia yang paling membuat celaka. Lupa! 

Kini aku dihadapkan pada penentuan dengan waktu terbatas dan mencoba untuk memilih. logika atau mimpi? kuning atau putih, keinginan atau ketersediaan. 

Logika manusia selalu memilih kenikmatan duniawi. Sementara batin menjerit menginginkan kejujuran. Semua manusia mengalami hal ini. Memilih, adalah hal yang sulit. Selalu saja ada batas waktu, layaknya mengerjakan soal pilihan ganda ketika ujian sekolah. 

Kini harus diputuskan, tak bisa menunggu lebih lama. Dan aku terdiam dalam gundah. Terombang-ambing antara realitas dan mimpi. 

Baik. Ini faktanya: Uang di saku celanaku tinggal tujuh ribu rupiah. Cukup jika makan mi ayam satu mangkok. Pilihan lain adalah nasi warteg dengan lauk cukup sayur mayur tanpa ayam atau daging. 

Bahayanya, mataku keburu kepincut rendang dan ayam gulai yang nangkring di etalase warung nasi Padang, dengan resiko buru-buru cari teman yang mau meminjamkan uang setidaknya dua puluh ribu rupiah. 

Kondisi saat ini: Lupa bawa dompet. Perut sudah mengeluarkan nada bariton disertai tenor dengan ketukan satu per delapan. Kalau harus cari teman yang paling dekat, rasanya aku tidak sanggup. Ibarat telepon genggam, baterenya cuma tersisa satu setrip dan berkedip dengan mesra setiap per setengah detik. 

Sungguh dilema... 

Maaf , Daku Khilaf

Manusia kadang suka lupa. Saya pun tak terkecuali. Dulu ketika jadi tukang reparasi komputer, saya dengan pedenya bilang pada pelanggan saya kalau power supply komputernya rusak dan harus diganti.

"CPU-nya gak mau nyala pak, power supplynya ganti ya?"
Sang pemilik komputer yang sedari tadi memperhatikan saya malah mesem. "Masa sih mas, waktu ngecek CPU,  kabel power udah dicolok belum?"
"Oh iya!" Saya tepok jidat.


Malu?Sudah pasti!

Tengsin? Jelas!

Khilaf? Udah jangan dibahas!

Saya punya kebiasaan jorok. Ngupil seenaknya dan menaruh 'harta karun' itu dimana saja. Kadang dioles ke dinding, bisa juga nangkring di gorden. Meski sudah dimarahi istri berulang kali, tapi kebiasaan buruk itu susah hilang. Pernah juga saya lupa, tepat didepan batang hidung dia, saya hendak menempelkan upil ke 1.267 di dinding dapur.

"JANGAN TARO UPIL DISITUUU!" Teriak istri sayah marah.
"Oh iya, maaf sayang, daku khilaf," saya agak kaget juga. Soalnya suara teriakan tadi bisa dibilang ctar membahana.
"Gimana sih," sang istri pun manyun.
"Ya, ya... Enggak lagi-lagi kok." Jawab saya sambil menepuk bahunya.

Saya pun pergi dari dapur menuju ruang depan. Tapi tampaknya saya teringat sesuatu yang salah. Upil saya dimana? Buru-buru menuju dapur dan disanalah saya menemukan sang upil bertengger di bahu sang istri dengan anggunnya. Dalam hati saya bilang, "Maaf sitriku, daku khilaf lagih!"

Sedikit Bercermin

Kadang hidup memang tidak mudah. Maaf, menjalani hidup selalu tidak pernah mudah. Sebaik apapun rencana yang kita buat, tidak selalu berjalan sempurna. Hey, tapi justru itulah uniknya hidup. Selalu berubah.

Kita menyangka Sejumlah orang mungkin menghadapi hidup lebih baik. Pekerjaan dengan gaji tinggi, kehidupan percintaan yang nyaman, Jauh dari masalah. Kata siapa? belum tentu seperti itu. Kita kadang menilai orang lain terlalu tinggi. Semua orang  punya masalah masing-masing. Setiap individu berbeda, maka takdir mereka pun berbeda. Meski mungkin bisa jadi jatuh cinta pada orang yang sama.

Kadang masalah lain timbul ketika kita menilai orang lain lebih rendah. Mungkin merasa lebih pintar dari si A, atau punya pacar lebih cantik dari si B, menganggap si c tak punya iman, merasa lebih kaya dari si D, so what? kita lupa kalau orang yang kita anggap lebih rendah, mungkin punya kelebihan lain yang tidak kita miliki. Jadi, jangan pernah menilai rendah pada siapapun. Terutama dari sisi moral. Saya pernah melihat seorang ustadz naik motor ugal-ugalan di jalan, sementara seorang preman menghentikan kendaraan di depan lampu merah pada jam 2 dini hari.

Hidup memang sulit, jadi tidak usah mencoba mempermudah segala hal. Meminta seorangoffice boy mengambilkan air minum sementara galon air hanya dua langkah dari tempat kita duduk. Please, kita punya tangan, punya kaki. Kalau mau minum saja harus bergantung pada orang lain, pantaskah kita hidup?

Kadang juga kita terlalu memperumit masalah. Andai kita tahu, rumitnya permasalahan hanya terjadi karena beberapa hal. Tidak mengerti permasalahan, mungkin juga terjadi kebohongan, atau menutupi ego alias enggan menyadari kelemahan, bisa jadi ada kebencian. Hanya itulah yang terjadi ketika masalah kecil menjadi ruwet.

Sebagian besar dari kita selalu mengatakan "Harusnya!" Harusnya pekerjaan itu dikerjakan seperti ini, harusnya jangan begitu, harusnya begini, harusnya begitu. Harus mengikuti kaidah yang dibuat manusia, yang notabene kita sendiri. Bukan berarti tak boleh. Ketika ada menjadi atasan dalam sebuah pekerjaan, itu memang semestinya. Dalam kehidupan? Kata Iwan Fals "Masalah moral, masalah akhlak. Biar kami cari sendiri."

Kebaikan tidak datang dari kata harusnya. Hidup tidak harus menerima perintah, namun menyadari memilah tanggung jawab. Mana tanggung jawab yang harus kita dahulukan. Etika manusia cuma bualan agar seseorang menjalani apa yang diinginkan manusia lain. Namun selama itu baik, silahkan jalani. Jika tidak, silahkan tanggung sendiri. Hidup tidak mudah, jadi pikirkan dan jalani apa yang bisa kita lakukan. Kalau hanya dipikirkan saja maka banyak malasnya, jika hanya dijalankan tanpa berpikir maka banyak salahnya.

Kehidupan yang kita miliki adalah anugrah. Hidup banyak masalah bagaikan makan masakan Padang yang banyak bumbunya. Hidup lurus saja, akan membosankan seperti nonton sinetron yang kisahnya hanya itu-itu saja. Menjalaninya memang sulit, namun toh kita semua sama-sama belajar. Sedikit bercermin adalah hal yang baik. Ya kan?

Nasi Goreng

Nasi goreng bukanlah makanan terfavorit. Jarang sekali ada orang Indonesia yang menempatkan makanan ini sebagai makanan terenak dalam daftar makanan yang paling disukai di Indonesia.

Menu nasi goreng adalah makanan yang go international, let's face the truth! Nasi goreng bukan makanan traktiran awal gajian bagi karyawan. Tukang nasi goreng didatangi hanya ketika malam hari ketika semua warung makanan sudah tutup. Mungkin juga dibeli karena kalender sudah menunjukkan tanggal tua.

Memasak nasi goreng tidak sulit. Delapan dari sepuluh orang teman saya mengaku bisa membuat nasi goreng. Enam di antara mereka ternyata memasak hidangan itu dengan rasa yang lumayan enak. Nasi goreng bukan menu yang mengerikan bagi siapapun yang baru pertama kali memasak. Sayur asem bisa dibilang lebih menakutkan, terutama bagi pemasak pemula. Dari tingkatan memasak termudah, nasi goreng masuk dalam urutan sepuluh besar. Urutan tertinggi masakan termudah ternyata masih dipegang oleh air alias 'masak air' dan mi instan.

Opini di atas jangan anda jadikan patokan serta merta. Membuat nasi goreng yang benar-benar enak, tidaklah semudah masak air. Air matang tidak perlu bumbu. Tapi nasi goreng harus terasa asin, manis dan pedasnya. Dalam ilmu memasak, bumbu tidak boleh kurang dan lebih. Seperti halnya dalam ibadah agama. Contohnya dalam Islam, ibadah yang lebih atau kurang bisa berakibat bid'ah. Sedangkan bila masakan, kelebihan garam atau kurang bisa menjadikan makanan berakhir di tempat sampah.

Sebagian besar orang Indonesia, pernah mencicipi nasi goreng. Bagi yang pernah merasakan menjadi mahasiswa apalagi tinggal di kosan, nasi goreng adalah penyelamat perut anda di saat uang kiriman orang tua hampir minus. nasi goreng, bisa jadi teman setia bagi yang tengah membuat skripsi di tengah malam. Namun tidak pernah ada terpampang tulisan nasi goreng dalam lembar ucapan terima kasih dalam skripsi.

Bagi karyawan di akhir bulan, nasi goreng adalah bisa jadi menu sepekan menuju gajian. Sayangnya, setelah berduit, mereka melupakan sosok nasi goreng begitu saja. Bila rupiah sudah di tangan, mereka lebih memilih makanan yang notabene lebih mahal dari sekadar nasi goreng. Misalkan saja rendang daging, sate kambing, bahkan ada yang merindukan masakan barat seperti pizza atau lasagna. Sungguh terlaaaaluh!

Bisnis nasi goreng adalah usaha kuliner yang berbeda dari usaha sejenisnya. Bilamana martabak atau ayam bakar laris di awal bulan, tukang nasi goreng malah berjaya di tanggal tua. Alasannya, anda tahu sendiri bukan?

Melupakan nasi goreng begitu saja, out of menu? Sungguh kejam. Setidaknya dengan membaca tulisan ini, anda mulai berpikir untuk merasa bersalah. Kemudian sehabis gajian langsung mampir ke tukang nasi goreng. Jangan lupakan dia begitu saja. Berikan menu ini kredit yang pantas. Tapi jangan pula membelinya secara kredit. Itu memalukan!

Sebagai penutup, saya tahu, anda berpikir tulisan ini lebay!(OZI)